Jumat, 25 Juli 2014

KhunFany | A Goodbye Letter

Author: Kim Ara

Cast: Nickhun Buck Horvejkul a.k.a Nickhun & Stephanie Hwang a.k.a Tiffany

Genre: Drama, Hurt/Comfort

Rating: General

Length: Ficlet



A/N: Hello~ Saya datang lagi, di tengah malam, padahal satu jam lagi harus bangun buat sahur :"3 *curhat
Hari ini saya kembali share FF KhunFany yah :"3 Dan genre nya lagi-lagi hurt :"3
Waktu liat statistik, ternyata lebih banyak yang baca genre fluff, jadi mungkin besok2 saya usahain bikin yang fluff, tapi kali ini biarkan kalian bersedih dulu :"p
Ini salah satu ff fav saya, jadi semoga kalian juga suka yaa :"*



Check it out~



Hujan kembali turun sore ini.
Dan sama seperti sore-sore sebelumnya, Fany kembali mengamati hujan di balkon, menikmati hembusan angin yang mengantarkan gerimis menerpa wajahnya.

Sedetik, dua detik pertama, semuanya masih berjalan seperti biasa.
Fany yang membisu, ketika hujan membangkitkan semua kenangan yang selama ini ia simpan dalam angannya, berharap tak tersentuh oleh apapun.
Kenangan itu kembali, semua kenangan yang memiliki seorang pemeran tetap, Nickhun.

Tapi beberapa saat kemudian, ada yang aneh.
Fany tidak tau perasaan ganjil itu timbul karena apa, jadi ia perlahan menggali, mengais pikirannya, dan hal pertama yang terlintas adalah sepotong percakapan via chat dengan Nickhun 2 minggu yang lalu.


Nickhun: Jadi kau akan pulang ke Korea minggu ini?

Tiffany : Sepertinya begitu, liburan musim panas tahun ini sedikit lebih panjang.

Nickhun: Begitu? Ah sayang sekali aku tak bisa pulang, jadi aku tak bisa menemuimu. Haha

Tiffany : Ah jangan seperti itu..

Nickhun: Kenapa? Aku tak boleh bertemu dengan my sweetest Ex? lol

Tiffany : Lol, apa aku harus menjadikanmu sweetest Ex juga? lol

Nickhun: Terserah padamu :p

Tiffany : Jangan hanya jadi Ex, itu tidak enak. lol

Nickhun: Begitukah? Jadi kita harus fokus pada yang sekarang saja ya? hahaha

Tiffany : Sepertinya begitu~

Tiffany is now offline



Itulah sepotong dari ribuan chat hari itu.
Tiffany sekarang ingat, Nickhun sudah mengatakan-secara tersirat- kalau ia hanya menganggap Tiffany sebagai mantan termanisnya, kenangan terindahnya, tidak lebih. Dan ia sudah menemukan orang baru yang lebih pantas untuk dipikirkan. Begitulah kira-kira.

Hujan masih turun, dan Fany masih merenung.
Ia merasa luar biasa menyedihkan karena menjadi satu-satunya pihak yang masih berharap.
Astaga, ini 'sangat bukan Tiffany'.
Ia benci karena Nickhun membuatnya menjadi terlihat tak punya pilihan selain Nickhun.

Bukan berarti ia tak pernah mencoba berlari.
Pernah, sering malah. Entah sudah berapa kali ia pergi, atau mereka saling meninggalkan, tapi mereka selalu kembali. Saling menemukan. Seakan mereka magnet dan besi yang akan terus menempel.

Tapi Nickhun magnet, Fany besi.
Magnet yang menarik, besi yang ditarik.
Nickhun dapat dengan mudah mengajaknya kembali, tapi ia tak akan pernah mampu menarik Nickhun.

Seperti saat ini.
Beberapa bulan yang lalu, mereka kembali saling menemukan, dan seperti biasa, Nickhun dengan mudah membawanya kembali.
Tapi kemudian Nickhun menemukan yang lain, mengabaikan Fany. Dan apakah Fany dapat membawa Nickhun kembali? Tentu saja tidak.

Jadi ia dihempaskan di sini, di biarkan mencinta seorang diri, lalu mati.

Rasa muak menyeruak tiba-tiba.
Tiffany muak dipermainkan, lelah dijatuhkan.
Ia merasa harus segera mengakhirinya.

Dan sedetik kemudian, ia sudah duduk di depan komputer, bersiap untuk menulis sebuah surat elektronik untuk Nickhun.


Hi gorgeous! How are you?


Fany mengawali. Mereka sudah tak berkomunikasi selama 2 minggu sejak percakapan konyol tempo hari, jadi ini bukan sekedar basa-basi.


I hope that you're well and you miss me as much as I am missing you.


Fany memang berharap Nickhun baik-baik saja disana. Entah sudah berapa kata 'Take care." yang ia ucapkan pada namja itu.
Dan ya, Fany merindukannya. Dengan sangat. Sudah 1 tahun sejak mereka berpisah negara.
Nickhun di Canada untuk memimpin sebuah perusahaan, dan Fany di California untuk meneruskan studinya.
Tunggu, biarkan Fany melanjutkan.


Every night I think of you and all the memories that we have once shared.
I will never regret the time we spent together,
I will cherish those forever.



Tiffany berhenti mengetik.
Sebenarnya bukan hanya setiap malam, tapi di setiap jeda kegiatannya, ia selalu memikirkan namja itu, mengingatnya secara jelas.
Caranya tertawa, tersenyum, suaranya yang lembut, sentuhannya, dan wangi parfumnya yang sangat Fany sukai.
Fany masih mengingat itu semua, masih segar di ingatannya.


The way you never stop caring all those confusing days.
Because of you I was lifted from my sorrows,
I have learned to smile again...



Nickhun bukan cinta pertama Fany. Tapi ia penyembuh luka dari cinta pertama Fany.
Ia yang mengulurkan tangannya, membantu Fany berdiri, ketika cinta pertama Fany menjatuhkannya dan menorehkan luka yang pertama pula.
Namun siapa sangka Nickhun malah jadi penoreh luka kedua, ketiga, dan seterusnya?

Tiffany menghela nafas panjang.
Dadanya seperti ditumpuki ribuan batu. Sesak sekali setiap mengingatnya.
Sepertinya surat ini harus segera diakhiri ya?


I love you deeply and it hurts me to have to let you go.


Tak ada kebohongan sama sekali.
Tiffany sangat mencintai Nickhun. Sedalam-dalamnya. Ia mau saja menyerahkan segalanya untuk namja itu.
Kenyataan kalau ia harus melepas Nickhun, juga menyakitinya sedalam itu.
Ini tidak mudah. Tidak akan pernah menjadi mudah.

Melepaskan berarti merelakan, tak boleh lagi ada kebencian dengan yeoja-yeoja beruntung yang akan bersama Nickhun selanjutnya.
Dan yang terpenting, ia harus berhenti mencintai pelan-pelan.
Itu juga tak akan mudah.
Tak akan pernah mudah.


I miss you and I will always hold you close to my heart.
Goodbye, gorgeous.



Air matanya mengalir bersamaan dengan saat jarinya menekan tombol 'send'.

Apa ini yang terbaik? Pertanyaan demi pertanyaan menghantuinya. Membuatnya ketakutan setengah mati. Takut kalau ternyata ia tak akan pernah bisa melepas Nickhun, takut kalau ternyata Nickhun lah yang terbaik.

Tapi pertanyaan-pertanyaan itu mendadak menghilang jauh-jauh saat kenangan tentang namja itu di suatu musim dingin sebelum ia berangkat ke Canada, kembali berputar di ingatan.


Nickhun menggenggam jemari Fany yang terbalut sarung tangan rajutan berwarna pink, dengan lembut.
Mata merah yeoja itu menatapnya tajam, seakan meneriakkan 'Jangan Pergi!' dengan begitu keras.

"Aku harus pergi, kita harus berpisah, walaupun aku bersumpah, aku tak mau." kata Nickhun sambil terus menggenggam jemari Fany.

"Kau bisa tidak pergi!" bentak Tiffany dengan suara serak.

"Hey dengar.." tangannya yang dingin karena tak terbalut sarung tangan itu menyentuh pipi Tiffany yang sama dinginnya, kemudian menangkupnya lembut. "Kau ingat betapa sering kita terpisah dan takdir membawa kita kembali kan?"

Fany mengangguk, ragu.

"Nah, kalau kita memang ditakdirkan untuk bersama, takdir yang sama akan membawa kita kembali. Percayalah." bisik Nickhun lembut, ia terdengar sangat bersungguh-sungguh.

Jadi Fany kembali mengangguk, memasrahkan semua pada takdir.



Saat itu mereka tidak terikat status apapun, sama seperti sekarang. Kegagalan saat hubungan mereka yang pertama membuat mereka harus puas hanya dengan prinsip saling mencintai tanpa ikatan.
Walaupun itu artinya hubungan mereka bisa selesai kapan pun, karena apa pun, dan oleh siapa pun. Tak perlu ada persetujuan karena tak ada ikatan pula.
Kedengarannya egois, tapi itu hal terbaik yang bisa mereka usahakan.

Mereka suka bertaruh, dan mereka sudah sering menang.
Jadi kali ini, Fany kembali berani bertaruh...

pada takdir.


FIN


YEE SELESAI! Itu curhatan Arra :'3
Dan btw, itu ngambil lirik lagu Jamrud yang Sydney 090102, jadi mungkin kalian bisa sekalian dengerin lagu itu sambil baca~
Cr poster as watermark yaa, terimakasih editor-nim :*
Dan terimakasih juga para reader :*
Datang lagi yaaa :*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar